Senin, 16 Mei 2016

STRATEGIC DIMENSION: TARGETED AND DIVERSE BOARD TEAM COMPOSITION AND STAKEHOLDER-ORIENTED MEASURES OF SUCCESS

STRATEGIC DIMENSION: TARGETED AND DIVERSE BOARD TEAM COMPOSITION AND STAKEHOLDER-ORIENTED MEASURES OF SUCCESS

  1. Pendahuluan
Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu proses dan struktur yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilan usaha, dan akuntabilitas perushaan guna mewujudkan atau meningkatkan nilai perusahaan (Corporate Value) dalam jangka penjang dengan memperhatikan kepentingan stakeholder berlandaskan peraturan perundang-undangan, moral dan etika.
Good Corporate Governane adalah sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan orginisasi.
Prinsip Good Corporate Governance diharapkan menjadi titik rujukan pembuat kebijakan (pemerintah) dalam membangun kerangka kerja penerapan Corporate Governance. Bagi pelaku usaha dan pasar modal, prinsip ini dapat menjadi pedoman mengolaborasi praktek terbaik bagi peningkatan nilai dan keberlangsungan perusahaan.
Menurut SK Menteri BUMN Nomor : Kep. 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance yang dikutip oleh Sedarmayanti diutarakan bahwa prinsip-prinsip Good Corporate Governance meliputi :
“1. Transparansi
  2. Kemandirian
  3. Akuntabilitas
  4. Responsibilitas
  5. Kewajaran (fairness)”

 (2007 : 57)
           
Uraian mengenai kutipan diatas adalah sebagai berikut:
1.      Transparansi (Transparancy)
Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2.      Kemandirian (Independent)
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
3.      Akuntabilitas (Accountable)
Kejelasan fungsi. Pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
4.      Responsibilitas (Responsible)
Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.



5.      Kewajaran (Fairness)
Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun unsur-unsur (person incharge) dalam Good Corporate Governance terdiri atas :
1.      Pemegang Saham dan Rapat Umum Pemegang Saham
Organ perseroan menurut UU No.1/1995 tentang Perseroan Terbatas adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisari. RUPS adalah Organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan UU No.1/1995 dan atau anggaran dasar. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan segala kepentingan perseroan dari Direksi dan atau Komisaris.
2.      Komisaris dan Direksi
Dewan Komisaris dan Direksi merupakan factor sentral dalam Corporate Governance karena hukum perseroan menetapkan tanggung jawab legal atas urusan suatu perusahaan kepada dewan Komisaris dan Direksi. Dewan Komisaris dan Direksi secara legal bertanggungjawab untuk menetapkan sasaran korporat, mengembangkan kebijakan yang luas, dan memilih personal tingkat atas untuk melaksanakan sasaran dan kebijakan tersebut. Dewan Komisaris dan Direksi  juga menelaah kinerja manajemen untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara baik dan kepentingan pemegang saham dilindungi.
3.      Komite Audit
Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang anggota, seorang diataranya merupakan Komisaris Independen perusahaan yang sekaligus merangkap sebagai ketua Komite Audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan akuntansi dan atau keuangan.
4.      Sekretaris Perusahaan
5.      manajer dan Karyawan
6.      Auditor Eksternal
Auditor Eksternal bertanggungjawab memberikan pendapat terhadap laporan keuangan perusahaan. Laporan Auditor Independen adalah ekspresi dari opini profesional mereka mengenai laporan keuangan. Meskipun laporan keuangan adalah tanggung jawab dari manajemen, auditor independent bertanggungjawab untuk menilai kewajaran pernyataan manajemen dalam laporan melalui laporan audit mereka.
7.      Auditor Internal
Dalam rangka pelaksanaan GCG, Auditor Internalmelaksanakan fungsi sebagai berikut :
a.       Bertanggungjawab kepada Direktur Utama dan mempunyai akses dengan Komite Audit.
b.      Memonitor pelaksanaan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur perusahaan.
c.       Menelaah kinerja korporat melalui mekanisme audit keuangan dan operasional.
d.      Memelihara dan mengamankan aktiva perusahaan dan menangani faktor risiko secara baik.
e.       Melaksanakan fungsi konsultan dan  memastikan pelaksanaan GCG.
f.       Stakeholder lainnya
  1. Management Dewan yang Terintegrasi
Mempunyai dewan yang teringrasi merupakan hal yang penting dalam mewujudkan keberhasilan penerapan Good Corporate Governance. Untuk dapat mewujudkanya, diperlukan beberapa pre-kondisi, yaitu: Keberagaman (Diversity), Kepercayaan (Trust), Network, dan Visi dalam perusahaan. Yang dimaksud dengan keberagaman adalah adanya keberagaman dalam komposisi dewan, baik ditinjau dari segi usia, ras, kebangsaan, gender, skill, peranan dan lain-lain. Yang dimaksud dengan Trust adalah dengan adanya budaya konstruktif dan anggota dewan yang mempunyai pemikiran yang luas. Yang dimaksud dengan Network adalah adanya struktur dewan yang efisien dalam perusahaan. Dan yang terakhir, Visi merupakan tujuan yang ingin diperoleh oleh perusahaan, yaitu mensejahterakan para stakeholdernya.
  1. Keberagaman dalam Komposisi Dewan
Dewan merupkan bagian yang penting dalam perusahaan untuk menentukan kebijakan dan strategi perusahaan. Dalam paradigma lama, biasanya anggota dewan mempunyai kriteria khusus, yang seolah tidak bisa diganggu gugat. Komposisi tersebut antara lain (dalam perusahaan-perusahaan Amerika):
1.         Laki-laki
2.         Warga negara Amerika
3.         Berkulit putih
4.         Berusia minimal 58 tahun
5.         Merupakan CEO dari perusahaan besar
6.         Merupakan teman/kerabat dari CEO
Sejatinya, komposisi yang demikian kuranglah efektif, karena kriteria yang ada tidak memberikan peluang kepada orang yang mungkin tidak ada dalam daftar kriteria tersebut namun dia mempunyai kemampuan yang sangat baik. Sebagai contoh, jika seorang yang berasal dari Afrika atau Asia atau Eropa mempunyai kemampuan yang luar biasa, namun ia tetap saja tidak dapat menjadi anggota dewan dikarenakan ia bukanlah orang Amerika seperti yang lain. Hal ini bukan saja merugikan bagi si kandidat Afrika tersebut, namun juga merugikan perusahaan karena perusahaan kehilangan salah satu kandidat yang baik hanya karena karakteristik yang rasisme tersebut.
Bagaimanapun juga, dewan komisaris yang baik sedianya berisikan orang-orang terbaik dalam skill dan bidangnya masing-masing. Untuk itu munculah sebuah paradigma baru mengenai komposisi ideal anggota dewan yaitu adanya keberagaman dalam segi usia, budaya, gender, kompetensi keahlian dan juga peranan. Keberagaman komposisi dalam dewan ini sendiri tidaklah menjadi lebih rumit didalam penerapanya; jika perusahaan hanya berskala nasional maka tidak akan diperlukan adanya keberagaman kebangsaan atau warga negara. Jadi, kebergaman ini sifatnya situasional, tergantung pada industri, skala usaha, dan kebutuhan perusahaan itu sendiri. Disamping itu, keberagaman komposisi dalam anggota dewan akan memberikan timbal balik yang baik hanya jika masing-masing dari anggota dewan tersebut mengetahui dengan baik identitas dirinya dan juga anggota yang lain.
  1. Penentuan Komposisi Dewan
Dalam menentukan komposisi anggota dewan, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan diantaranya adalah kompetensi kemampuan dan juga peranan yang akan diberikan. Untuk dapat membentuk suatu komposisi anggota dewan yang optimal, sebaiknya perusahaan menyaring para kandidat berdasarkan dengan kompetensi keahlian seperti; Auditing, Financial Management, Risk Management, Compliance Management, Bio-Technology, Internantional Market Know-How, Alliance Management dan juga HR Management. Hal ini guna menyempurnakan performance dewan dalam mengawasi jalanya perusahaan, membuat strategi jangka panjang dan juga mencegah adanya fraud dalam management. Selain berdasarkan kompetensi keahlian, perusahaan juga harus bisa menyaring kandidat terbaik melalui peranan mereka, diantaranya; Tim Sponsor, Critical Thinker, Organizer, Pelaksana, Pengontrol, Strategic Designer, dan juga Creative Thinker. Peranan ini akan sangat penting, karena jika hanya mengandalkan kompetensi keahlian tanpa adanya penguasaan terhadap peranan sistem tidak akan berjalan. Jadi, kedua hal ini merupakan tahap awal dari penyeleksian kandidat dewan yang seharusnya dipertimbangkan oleh perusahaan.
Yang kedua merupakan keberagaman kandidat dari aspek demografi yaitu berdasarkan usia dan gender. Yang akan dijelaskan merupakan sterotype berdasarkan usia dan gender, jadi bukanlah hal yang mutlak, kembali kepada konsep awal bahwasanya keberagaman ini bersifat situasional. Adapun sterotype dari kandidat yang berusia muda adalah sebagai berikut:
  1. Mempunyai ingatan yang sifatnya short-term
  2. Mempunyai kemampuan fisik dan penampilan fisik yang baik
  3. Lincah
  4. Berani mengambil resiko
Sedangkan untuk orang yang lebih berumur mempunyai sterotype sebagai berikut:
  1. Mempunyai pengalaman yang lebih banyak
  2. Lebih bijak dalam mengambil keputusan dan tidak tergesa-gesa
  3. Melihat suatu kedaan atau situasi dengan pandangan yang lebih luas
  4. Kurang berani dalam mengambil resiko
Sterotype dari keduanya berbeda, namun demikian jika dikombinasikan akan dapat menghasilkan suatu komposisi yang sangat baik. Jika yang muda dan yang berumur dapat bekerja sama dalam pengambilan kebijakan misalnya, kebijakan yang akan diambil pastinya akan sangat baik menilik dari sterotype dan dapat saling melengkapi tersebut.
Selain berdasarkan usia, dapat pula dilihat berdasarkan gender. Disini akan dijelaskan perbedaan sterotype antara laki-laki dan perempuan. Sterotype perempuan digambarkan sebagai berikut:
  1. Kooperatif
  2. Flexible
  3. Mengandalkan intuisi
  4. Lebih berorientasi pada proses dan juga hubungan kerja
  5. Mempunyai empati yang tinggi
  6. Mempunyai long-term horizon
Sedangkan sterotype laki-laki adalah sebagai berikut:
  1. Objektif
  2. Berorientasi pada hasil
  3. Kompetitif
  4. Fokus, transparant dan terkontrol
  5. Analitikal
  6. Mempunyai short-term result
Jika dilihat dengan seksama, terdapat begitu banyak perbedaan yang mencolok dan bertolak belakang antara sterotype laki-laki dan perempuan, namun jika hal tersebut dapat dikombinasikan, dikomunikasikan, dan didiskusikan pasti akan menghasilkan hasil yang optimal. Satu sama lain saling melengkapi kekurangan dan saling membangun menjadikan dewan yang solid dan berintegritas.
  1. Trust: Budaya Kritis yang membangun
Untuk dapat menjadi tim yang solid, para anggota dewan harus mempunyai kepercayaan yang tinggi antara satu anggota dewan dengan yang lainnya. Budaya kritis juga diperlukan sekali dalam dewan guna mengontrol dan mencegah timbulnya fraud, namun demikian budaya kritis yang dimaksud adalah budaya kritis yang tidak menuduh dan menghakimi, melainkan budaya kritis yang membangun. Untuk dapat mewujudkan budaya kritis yang membangun, ada beberapa hal yang harus dilakukan anggota dewan, antara lain:
a.       Terlibat dalam konflik yang konstruktif
b.      Menghindari konflik yang desduktrif
c.       Bekerja bersama sebagai sebuah tim
d.      Mengetahui level keterlibatan dalam strategi yang pantas
e.       Menyampaikan keputusan dengan lengkap dan menyeluruh
            Selain itu, para anggota dewan juga diharuskan memahami betul bagaimana Board Cooperation Rules agar kinerja dewan semakin optimal. Adapun Board Cooperation Rules tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Mengemukakan pendapat dengan terbuka dan menghindari menyinggung pihak lain
b.      Menyampaikan masalah pada saat yang tepat disertai dengan solusi yang disarankan
c.       Mendelegasikan tugas kepada manager yang sesuai dengan kompetensi keahlian dan tanggung jawabnya dan tidak memberikan tanggung jawab untuk mengatur dan mengontrol perusahaan
d.      Menunjukan kepercayaan diri dalam top management dan mengawasi secara konstruktif terhadap aktivitas top management
e.       Menjaga dan memantau objektivitas dewan dan menjaga kepentingan perusahaan
f.       Membuat keputusan dalam dewan dan tetap menjaga keputusan tersebut meskipun mendapatkan tantangan
g.      Memberikan pengakuan terhadap prestasi yang dicapai oleh dewan dan top management serta memberikan dukungan pada area baru yang menjanjikan pada pekerjaan dewan dan management
h.      Bekerja sama secara konstruktif dengan top management dan menjaga kontrol strategik pekerjaan top management
F.     Struktur Dewan
            Berikut ini merupakan salah satu contoh struktur dewan dalam Good Corporate Governance.

            Pimpinan tertinggi dalam GCG adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dibawahnya adalah sekretaris perusahaan, Dewan Komisaris dan juga Direksi. Dewan Komisaris memiliki beberapa komite untuk dapat mengawasi jalanya perusahaan, yaitu Komite Audit, Komite Nominasi & Remunerasi, Komite Manajemen Resiko dan juga Komite GCG. Ketua dari masing-masing komite harus independen (tidak terlibat konflik kepentingan), harus mempunyai skill yang mumpuni dan berpengalaman sebagai bukti rekam jejaknya di bidang yang sama. Sedangkan Direksi bertugas untuk mengelola operasional perusahaan.
G.    Mengukur Tingkat Kesuksesan GCG dengan Orientasi pada Stakeholder

            Setelah perusahaan menerapkan GCG dengan mengoptimalkan komposisi anggota dewan (dengan berbagai kebergaman yang sudah dijelaskan), membuat struktur dewan yang efektif, dan juga menerapkan budaya konstruktif dan bepikiran luas pada para anggota dewan, tentunya perusahaan ingin mencapai tujuan mereka dengan penerapan GCG tersebut. Seperti sudah disinggung sebelumnya, bahwasanya tujuan atau visi sebuah perusahan adalah untuk dapat mensejahterakan Stakeholdernya, maka untuk dapat mengukur tingkat kesuksesan penerapan GCG juga berorientasi pada Stakeholder tersebut. Yang dimaksud Stakeholder adalah orang-orang yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan, diantaranya: Pelanggan, Karyawan, Pemegang saham dan juga publik secara luas. Penerapan GCG akan dianggap berhasil jika perusahaan mempunyai pelanggan yang puas terhadap barang atau jasa yang diberikan perusahaan, karyawan puas dengan gaji beserta tunjangan, sistem kerja dan juga keselamatan kerja, Pemegang saham puas dengan performa perusahaan dan juga dengan deviden yang diterima, dan juga publik puas akan performa perusahaan tersebut. Itulah beberapa indikasi kesuksesan penerapan GCG pada perusahaan dengan orientasi pada Stakeholder.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar